Diasudah pernah menerima kebaikan hati Allah melalui Yesus dan sudah mengalami pertolongan Roh Kudus. Dia juga sudah mencicipi indahnya Firman Allah serta kemampuan-kemampuan rohani yang akan kita nikmati pada zaman yang akan datang. Kalau orang seperti itu meninggalkan Kristus, tidak mungkin dia bertobat lagi.
Kembaliitu berarti kita pernah pada satu posisi meninggalkan Allah. Misalnya kita menjauh dari Allah. Dia meminta kita untuk berserah diri. Seperti firman-Nya, "Serahkan dirimu kepada-Ku." Itulah Islam yang pemberi rahmat. Allah banyak memberikan nikmat kepada kita. Tetapi, Allah juga mengingatkan tidak ada yang dapat menolong kita dari
Tentutidak pernah bisa kita lupakan, masa – masa selama di madrasah ini yang kita lalui untuk bergaul dengan akrab dengan kakak sekalian, yang sekaligus juga telah banyak memberikan motoivasi, kontribusi dan juga pengalaman-pengalaman yang bermanfaat bagi kami selama dalam kebersamaan tersebut.
Setiapujian itu yang sebenarnya memberi kita kekuatan untuk terus mencari jalan yang jelas dalam mengejar impian. Kita kena ingat, Allah selalu melihat usaha-usaha hambanya, seperti dalam firman Allah dalam surah Ar-Ra’ad ayat 11, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa yang ada
. Karena Allah telah berfirman “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.” Ibrani 135 Ke manakah kecondongan pikiran saya? Apakah berpaling pada firman Allah atau pada ketakutan saya sendiri? Apakah saya sekadar mengulangi apa yang Allah firmankan, ataukah saya belajar untuk benar-benar mendengar Dia, lalu merespons setelah saya mendengar apa yang Ia katakan? “Karena Allah telah berfirman, Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau ”. Sebab itu, dengan yakin kita dapat berkata, ”Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?” Ibrani 135-6. “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau …“– tidak untuk alasan apa pun bagi Allah membiarkan kita, tidak dosa, tidak keakuan, tidak kedegilan, atau perilaku saya yang menyusahkan orang lain. Dari pihak saya, sudahkah saya benar-benar mempersilakan Allah berkata kepada saya bahwa Dia sekali-kali tidak akan membiarkan saya? Jika saya benar-benar belum mendengar kepastian dari Allah ini, biarlah saya mendengarkannya lagi. “Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau. ” Terkadang, yang membuat saya menyangka Allah akan meninggalkan saya bukan saat kesulitan hidup, melainkan pada saat-saat rutinitas hidup yang terasa membosankan. Bila tidak ada kesulitan besar yang harus diatasi, tidak ada visi dari Allah, tidak ada yang ajaib atau indah — hanya rutinitas hidup sehari-hari — apakah dalam hal-hal seperti ini saya mendengar sendiri kepastian Allah God’s assurance untuk saya, seperti ayat di atas? Kita berpendapat bahwa Allah akan melakukan hal yang luar biasa pada masa depan — menyiapkan dan memperlengkapi kita untuk tugas luar biasa pada waktunya. Akan tetapi, sementara kita bertumbuh dalam anugerah-Nya kita mendapati bahwa Allah menyatakan kemuliaan-Nya di sini dan sekarang, dalam menit-menit ini kita mempunyai kepastian Allah yang mendukung kita dari belakang, maka kekuatan yang paling mengagumkan menjadi milik kita dan kita belajar menyanyi, memuliakan Dia, bahkan dalam hari-hari dan cara-cara hidup yang biasa saja.
Ketika Adam dan Hawa dengan sukarela datang dalam kefanaan, mereka tahu dunia Telestial ini akan berisikan semak duri dan rumput duri serta masalah dari setiap jenisnya. Meskipun demikian, mungkin kesadaran paling menantang mereka adalah bukan kesulitan atau bahaya yang akan mereka hadapi namun kenyataan bahwa mereka sekarang jauh dari Allah, terpisah dari-Nya yang kepadanya mereka telah hidup dan bercakap-cakap, yang telah memberi mereka nasihat secara langsung. Setelah pilihan yang sadar ini, sebagaimana catatan tentang penciptaan menyatakan, “mereka tidak melihat Dia; sebab mereka dikucilkan dari hadirat-Nya.”1 Di antara hal-hal lain yang pasti membebani mereka, sesungguhnya inilah yang paling berat. Tetapi Allah mengetahui tantangan yang akan mereka hadapi, dan Dia pastilah tahu bagaimana kesepian dan masalah yang akan kadang-kadang mereka rasakan. Oleh karena itu Dia mengawasi terus-menerus keluarga fana-Nya, senantiasa mendengar doa-doa mereka, dan mengutus para nabi dan kemudian para rasul untuk mengajar, menasihati, dan membimbing mereka. Namun dalam saat-saat kebutuhan khusus, Dia mengutus para malaikat, utusan ilahi, untuk memberkati anak-anak-Nya, meyakinkan mereka bahwa surga selalu sangat dekat dan bahwa bantuan-Nya selalu sangat dekat. Sesungguhnya, tidak lama setelah Adam dan Hawa mendapati diri mereka di dunia yang sepi dan suram, seorang malaikat menampakkan diri kepada mereka,2 yang mengajarkan kepada mereka makna pengurbanan dan peranan kurban penebusan Penebus yang dijanjikan yang akan datang. Ketika waktu untuk kedatangan Juruselamat sudah dekat, seorang malaikat diutus untuk memberi tahu Maria bahwa dia akan menjadi ibu dari Putra Kemudian para malaikat diperintahkan untuk menyanyi pada malam bayi Yesus Tidak lama setelah itu seorang malaikat memberi tahu Yusuf bahwa bayi yang baru dilahirkan terancam bahaya dan bahwa keluarga kecil ini harus pergi ke Mesir agar Ketika keadaan aman untuk pulang, seorang malaikat menyampaikan pesan kepada keluarga itu dan ketiganya pulang ke negeri asal Sejak permulaan pada masa kelegaan berikutnya Allah telah menggunakan para malaikat sebagai duta- Nya dalam menyatakan kasih serta kepedulian bagi anak-anak-Nya. Waktu yang saya miliki untuk berbicara di sini tidak mengizinkan bahkan sebuah pengamatan pun tentang tulisan suci atau sejarah zaman akhir kita sendiri, yang banyak dipenuhi dengan kisah tentang para malaikat yang melayani kepada mereka di bumi, namun ajaran itu sangat berharga dan di situ terdapat banyak contohnya dalam sejarah. Biasanya makhluk semacam itu tidak terlihat. Kadang-kadang mereka terlihat. Namun terlihat atau tidak terlihat, mereka senantiasa dekat. Kadang-kadang tugas mereka sangat besar dan penting bagi seluruh dunia. Kadang-kadang pesannya lebih pribadi. Kadang-kadang tujuan utusan ilahi itu adalah untuk memperingatkan. Namun paling sering adalah untuk menghibur, menyediakan berbagai jenis perhatian yang penuh belas kasih, bimbingan di saat-saat sulit. Ketika dalam mimpi Lehi dia mendapati dirinya berada di tempat yang menakutkan, “gelap dan suram,” sebagaimana dia menguraikannya, dia bertemu seorang malaikat, “seorang laki-laki … mengenakan jubah putih; … ia berbicara kepadaku,” Lehi mengatakan, “dan meminta aku mengikutinya.”7 Lehi mengikutinya menuju keamanan dan akhirnya ke jalan keselamatan. Di jalan kehidupan kita semua mengalami saat-saat di tempat yang “gelap dan suram,” padang belantara, keadaan sedih atau takut atau kecewa. Zaman kita sekarang ini dipenuhi dengan penderitaan yang mendunia akan krisis ekonomi, masalah energi, serangan teroris, dan bencana alam. Ini menyebabkan keprihatinan individu dan keluarga bukan hanya mengenai rumah dimana kita tinggal dan makanan yang tersedia untuk dimakan, tetapi juga keselamatan kesejahteraan akhir anak-anak kita dan nubuat-nubuat zaman akhir mengenai planet kita. Yang lebih serius daripada ini—dan kadang-kadang berkaitan dengan hal itu—adalah masalah kemerosotan etika, moral, dan rohani yang terlihat dalam masyarakat besar maupun kecil, di dalam negeri maupun di luar negeri. Namun saya bersaksi bahwa para malaikat masih diutus untuk membantu kita, bahkan sebagaimana mereka diutus untuk membantu Adam dan Hawa, untuk membantu para nabi, dan juga membantu Juruselamat dunia Sendiri. Matius mencatat dalam Injilnya bahwa setelah Setan menggoda Kristus di padang belantara “malaikat-malaikat datang melayani Yesus.”8 Bahkan Putra Allah, Allah Sendiri, telah membutuhkan penghiburan ilahi selama kehidupan-Nya dalam kefanaan. Dan demikianlah pelayanan semacam itu akan menjadi milik orang-orang saleh sampai akhir zaman. Sebagaimana yang Mormon katakan kepada putranya, Moroni, yang kelak akan menjadi malaikat “Apakah hari kemukjizatan telah berhenti?” Atau apakah para malaikat telah berhenti menampakkan diri kepada anak-anak manusia? Atau apakah Ia telah menahan kuasa Roh Kudus dari mereka? Atau apakah Ia akan melakukan ini selama waktu akan berlangsung, atau selama bumi masih ada, atau selama akan ada seorang di atas permukaan bumi untuk diselamatkan? Lihatlah kukatakan kepadamu Tidak, karena … oleh iman para malaikat memperlihatkan diri dan melakukan pelayanan terhadap manusia … Karena lihatlah, mereka tunduk kepada [Kristus] untuk melayani berdasarkan perkataan perintah-Nya, dan memperlihatkan diri mereka kepada orang-orang yang beriman kuat dan berpikiran tetap dalam setiap bentuk hidup yang saleh.”9 Saya meminta semua orang yang mendengar suara saya untuk merasakan, untuk dipenuhi dengan iman, dan mengingat Tuhan telah mengatakan bahwa Dia akan “melakukan pertempuran [kita] … pertempuran anak-anak [kita], dan [pertempuran] anak cucu mereka.”10 Dan apa yang kita lakukan untuk menghargai pertahanan semacam itu? Kita harus “[men]carilah dengan tekun, berdoalah selalu dan percayalah. [Kemudian] segala hal akan berlangsung bagi kebaikan [kita], jika [kita] hidup tak bercela dan mengingat perjanjian yang telah [kita] saling janjikan.”11 Zaman akhir ini bukanlah zaman untuk takut dan gemetar. Itu adalah zaman untuk menjadi percaya dan mengingat perjanjian-perjanjian kita. Saya telah berbicara di sini tentang bantuan surgawi, tentang para malaikat yang diutus untuk memberkati kita di saat-saat membutuhkan. Namun ketika kita berbicara tentang mereka yang menjadi alat di dalam tangan Allah, kita diingatkan bahwa tidak semua malaikat berasal dari dunia roh dan surga. Beberapa dari mereka yang bersamanya kita hidup dan berbicara—di sini, sekarang ini, setiap hari. Beberapa dari mereka tinggal di lingkungan huni kita. Beberapa dari mereka melahirkan kita, dan dalam banyak hal, salah satu dari mereka menikahi kita. Sesungguhnya surga tidak pernah lebih dekat daripada ketika kita melihat kasih Allah diwujudkan dalam kebaikan hati dan pengabdian dari orang-orang yang sedemikian banyak dan sedemikian murni sehingga “sebutan malaikat” hanyalah kata yang muncul di benak. Penatua James Dunn, dari mimbar ini hanya beberapa saat lalu, menggunakan kata-kata ini dalam doa pembukanya untuk menjelaskan paduan suara Pratama ini—dan mengapa tidak? Dengan semangat, wajah, dan suara anak-anak itu dalam benak kita dan di depan mata kita, izinkan saya membagikan kepada Anda sebuah kisah tentang teman dan kolega BYU saya, almarhum Clyn D. Barrus. Saya melakukannya dengan izin dari istrinya, Marilyn, serta keluarga mereka. Merujuk ke masa kanak-kanaknya di sebuah pertanian besar di Idaho, Brother Barrus berbicara mengenai tugas malamnya untuk mengumpulkan sapi-sapi pada saat pemerahan susu. Karena sapi-sapi itu merumput di ladang yang dibatasi dengan Sungai Teton yang sering kali berbahaya, peraturan ketat dalam keluarga Barrus adalah bahwa selama musim banjir di musim semi anak-anak tidak boleh pergi untuk mencari sapi yang pergi menyeberangi sungai. Mereka akan selalu pulang dan mencari bantuan orang dewasa. Pada hari Sabtu setelah ulang tahunnya yang ketujuh, orang tua Brother Barrus menjanjikan kepada keluarga untuk nonton bioskop bersama jika tugas sehari-hari di rumah dikerjakan tepat waktu. Namun ketika Clyn kecil tiba di padang rumput, sapi-sapi yang dicarinya telah menyeberangi sungai, meskipun airnya setinggi saat banjir. Mengetahui malam khususnya di bioskop terancam, dia memutuskan untuk mencari sapi-sapi itu sendirian, meskipun dia telah banyak diperingatkan untuk tidak melakukannya. Sewaktu anak berusia tujuh tahun ini memaksa kuda tuanya, Banner, untuk masuk ke sungai yang dingin dan deras, kepala kuda itu saja yang terlihat dari air. Seorang dewasa yang duduk di atas kuda itu mungkin akan selamat, tetapi di usia belia Brother Barrus, arus benar-benar akan menenggelamkannya kecuali apabila kuda itu bergerak ke depan beberapa kali, yang membuat kepala Clyn muncul ke atas air cukup untuk mendapatkan udara. Sekarang saya ingin mengulangi kata-kata Brother Barrus sendiri “Ketika Banner akhirnya naik ke tepi lainnya, saya menyadari bahwa nyawa saya dalam bahaya dan bahwa saya telah melakukan hal yang berbahaya—saya dengan sengaja telah tidak mematuhi ayah saya. Saya merasa bahwa saya dapat menyelamatkan diri sendiri hanya dengan membawa sapi-sapi itu pulang dengan selamat. Mungkin nanti ayah saya akan memaafkan saya. Namun hari telah senja, dan saya tidak tahu dengan pasti dimana saya berada. Kekecewaan meliputi diri saya. Saya basah kuyub dan kedinginan, tersesat dan ketakutan. Saya turun dari Banner tua, menjatuhkan diri ke tanah, dan mulai menangis. Di antara isak tangis ini, saya berusaha untuk berdoa, mengulang terus-menerus kepada Bapa Surgawi di Surga, Saya minta maaf. Ampunilah saya! Saya minta maaf. Ampunilah saya!’ Saya berdoa lama sekali. Ketika saya akhirnya menengadah, saya melihat melalui air mata saya seseorang berpakaian putih berjalan ke arah saya. Dalam kegelapan, saya merasa yakin itu pastilah seorang malaikat yang diutus untuk menjawab doa saya. Saya tidak bergerak ataupun bersuara sewaktu orang itu mendekat, saya sedemikian tercengang dengan apa yang saya lihat. Apakah Tuhan sungguh-sungguh mengutus seorang malaikat kepada saya, yang telah sedemikian tidak patuh? Kemudian sebuah suara yang saya kenal berkata, Nak, Ayah telah mencarimu.’ Dalam kegelapan saya mengenali suara ayah saya dan berlari dalam pelukannya. Dia memeluk saya erat-erat, lalu dengan lembut berkata, Ayah cemas. Ayah senang bisa menemukanmu.’ Saya berusaha untuk mengatakan kepadanya betapa saya menyesal, namun hanya sepatah dua kata yang keluar dari mulut saya karena terbata-bata—Terima kasih … kegelapan … ketakutan … sungai … kesepian.’ Kemudian di malam itu saya tahu bahwa ketika saya tidak pulang dari padang rumput, ayah saya akan datang mencari saya. Ketika saya ataupun sapi-sapi itu tidak ditemukan, dia tahu saya telah menyeberangi sungai dan berada dalam bahaya. Karena hari sudah gelap dan waktunya mendesak, dia mengganti bajunya dengan baju dalam hangatnya yang panjang, mengikatkan sepatunya di sekitar lehernya, dan berenang menyeberangi sungai yang berbahaya untuk menyelamatkan anaknya yang tidak patuh.”12 Brother dan sister yang terkasih, saya bersaksi tentang para malaikat, baik malaikat surgawi maupun duniawi. Dalam melakukannya saya merasa puas bahwa Allah tidak pernah meninggalkan kita sendirian, tidak pernah meninggalkan kita tanpa bantuan dalam tantangan-tantangan yang kita hadapi. “Apakah Ia akan melakukan ini selama waktu akan berlangsung, atau selama bumi masih ada, atau selama akan ada seorang [atau wanita atau anak] di atas permukaan bumi untuk diselamatkan.”13 Kadang- kadang, secara umum atau pribadi, kita mungkin merasa kita jauh dari Allah, tertutup dari surga, tersesat, kesepian di tempat yang gelap dan suram. Cukup sering bahwa kesedihan dapat terjadi karena kita buat sendiri, namun bahkan kemudian Bapa kita semua mengawasi dan membantu kita. Dan senantiasa ada para malaikat yang datang dan pergi ke sekitar kita, terlihat maupun tidak terlihat, mengetahui maupun tidak mengetahui, fana maupun baka. Semoga kita semua percaya lebih siap dalam, dan memiliki lebih banyak rasa syukur untuk, janji Tuhan sebagaimana terdapat dalam salah satu tulisan suci favorit Presiden Monson “Aku akan pergi ke mukamu. Aku akan berada di sebelah kananmu, … Roh-Ku akan ada di [hati]mu, dan para malaikat-Ku akan berada di sekelilingmu untuk menghibur kamu.”14 Dalam proses berdoa memohon agar para malaikat itu menyertai kita, semoga kita semua berusaha menjadi sedikit lebih seperti malaikat—dengan perkataan yang baik, lengan yang kuat, pernyataan iman dan “perjanjian yang melaluinya [kita] telah berjanji.”15 Barangkali nanti kita dapat menjadi wakil yang diutus dari Allah ketika seseorang, barangkali seorang anak Pratama, menangis dalam “Kegelapan … ketakutan … sungai … kesepian.” Untuk hal ini, saya berdoa dalam nama kudus Yesus Kristus, amin.
allah tidak pernah meninggalkan kita